Friday, August 3, 2018

HOAX ITU VIRAL SALAH SIAPA?

Halo kawan2...selamat weekend ya...

Zaman milenial tidak hanya menawarkan serba instan dan kaya inovasi teknologi tetapi juga memaksa kita untuk mengikutinya. Seperti smartphone yang digunakan bukan sekedar mendapatkan hiburan tetapi juga sudah menjadi kebutuhan bak asisten RT. 



POSISI 5 BESAR DUNIA
Pada tahu gak, Indonesia tercatat menjadi negara ke-lima di dunia sebagai pengguna internet paling besar dan urutan ke-empat di kawasan Asia. Wow! prok..prok...bisalah tepuk dada ya.... (emang prestasi ya??).






Coba dicek hampir semua masyarakat Indonesia memiliki smartphone entah untuk sekedar prestise atau memang mampu mengopreasikannya. Ya, kayaknya orang Indonesia itu kan gengsinya tinggi dan gak mau dong mati gaya. Demi gengsi rela ngelakuin apapun. Hayo,,,ngaku kamu gitu juga ya??
Saya pernah juga ketemu dengan orang punya smartphone dengan seri canggih dan dandanan mewah (ya iyalah ya matching kan ya). Eh sayangnya cuma bisa dipakai untuk sekedar berkomunikasi yang lainnya ga tau..capeee deh..pengen deh serobot tuh henpon apalagi yang punya masih muda coyyy..

KEGIATAN BERMEDIA SOSIAL & HOAX



Smartphone dan kuota adalah pasangan serasi. Dengan adanya kuota penjelajahan dunia maya bisa sampai ke negara antah berantah dan menjadi jendela dunia. Informasi mengenai apapun dan kapanpun bisa didapatkan selagi masih ada kuota.Nah, masalah akan muncul bila tidak ada pengawalan terhadap informasi yang didapatkan, yaitu hoax atau berita bohong.



Sekarang kan tren adanya grup-grup entah whatsapp atau telegram, dll dengan anggota bisa ratusan orang. Tentu kita percaya informasi yang beredar disana apalagi sharing dari seorang yang dihormati dalam grup. Biasanya kita akan tergoda juga untuk sharing kepada yang lainnya begitulah mudahnya informasi viral padahal tidak ada yang melakukan verifikasi kebenaran informasi tersebut.

Pernah dengar The clicking monkeys ga? The clicking monkeys adalah sebutan bagi orang yang yang riang gembira mengklik telepon selulernya untuk mem-broadcast hoax ke sana-kemari, me-retweet, atau mem-posting ulang di media sosial. Mereka seperti kumpulan monyet riuh saling melempar buah di hutan. Agar tidak ketahuan lugu, biasanya mereka menambahkan kata seperti: “Apa iya benar info ini?” atau “Saya hanya retweet lhoo.” Ada satu lagi, buzzer. Awalnya buzzer adalah kegiatan seseorang atau sekelompok untuk mempublikasikan atau memberitakan hal-hal positif tentang kegiatan, produk, atau selebriti, dll dan bisa jadi malah melakukan hal sebaliknya. 

Berkat merekalah info makin tersebar. Makin menyebar hoax itu, kian “seolah benar”. Anehnya, para monkey dan Buzzer akan kehilangan gairah saat informasi yang benar akhirnya muncul. Iya, kalau semua yang mendapatkan informasi yang salah mengetahui kebenarannya, kalau tidak? Dalam dunia saat ini informasi yang  disebarkan berulang-ulang dan mencapai khayalak ramai dengan intensitas yang massif bisa dianggap menjadi sebuah kebenaran umum. 

HOAX SUBUR KARENA MALAS BACA 
Hoax bisa menyerang siapa saja termasuk negara kita. Akibatnya terjadilah kegaduhan baik di dunia maya maupun nyata. Banyak berita dari Sabang sampai Merauke yang menggaggu ketentraman dan kedamaian. Para clicking monkeys dan buzzer senang tuh...Ngeri kali kan?? Nah, menurut kawan-kawan itu salah siapa? Siapa yang pantas mendapatkan jari telunjuk?

Kalau kita jujur (ciee,,,) dan pikir-pikir (yang mau mikir ya..), hoaxnya viral bukan hanya karena media atau buzzer tapi karena kita yang telah menyebarkannya. Kita ga pake ngecek ini info benar atau ga dan asal maen share aja. Kenapa? Bisa jadi karena informasi itu sesuai dengan selera kita dan yang lebih fatal karena malas mencari atau membaca informasi yang serupa.

Ironis, sampai saat ini Indonesia masih berada di urutan ke-60 dari 61 negara yang disurvei untuk masalah minat baca. Padahal semua masyarakat punya cita-cita tinggi tapi gimana bisa tercapai kalau malas membaca?


HOAX SUBUR KARENA TIDAK CERDAS 
Selain kurang minat membaca ada masalah kemampuan menahan emosi untuk terlebih dahulu melihat fakta dan bukan selera. Semakin terbukti bahwa intelektual bukanlah satu-satunya pembentuk karakter tetapi harus memiliki kecerdasan emosional dan spiritual. Masih jelas, banyak orang 'bersekolah' justru termakan hoax bahkan terjerat hukum karena menjadi penyebar hoax. Para dosen dari berbagai perguruan tinggi, guru agama, bahkan anggota dewan dan pegawai negeri sipil. Makin ngeri khan? Indonesia darurat hoax kayaknya cocok. 

LAWAN HOAX MULAI DARI DIRI SENDIRI
Siapa yang ingin negeri damai tanpa hoax? Saya! Sudah tidak ada gunanya menunjuk jari menyalahkan orang lain Bagaimana caranya?

- Jadilah pribadi yang skeptis ketika menerima informasi
Yuk, kita cermati dan ragukan informasi yang kita terima. jadilah pribadi yang akfif dengan bertanya dengan orang lain, mencari pembanding di goole melalui portal-portal berita yang terpercaya terutama akhir-akhir ini banyak hoax tentang agama sehingga masyarakat saling menjaga dan menghormati perbedaaan dan agama orang lain. Mari perdalam agama masing-masing dan jangan sampai persaudaraan tercederai hanya karena perbedaan yang memang identitas bangsa.

- Sebarkan bila benar dan membangun
Setelah mengecek kebenaran informasi yang diterima pastikan hanya menyebarkan informasi yang benar. Bila informasi hoax hentikan di kamu saja atau bisa juga memberitahukannya kepada orang atau grup dimana informasi itu disebarkan supaya rantainya diputuskan

- Melatih diri untuk literasi media dan digital
Akhir-akhir ini kita sering dihadapkan dengan istilah literasi. Ada Gerakan Literasi Nasional (GLN), Gerakan Literasi Sekolah (GLS), dan sebagainya. Islilah literasi hampir setiap hari bisa kita temui di media cetak atau daring.  Apa sih literasi itu? 
literasi adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan  individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Enam literasi dasar tersebut mencakup literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.
Literasi digital dan media akan memampukan seseorang cerdas dan kritis terhadapat informasi di media sosial sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik

- Bergabung dengan komunitas Anti hoax
Salah satu masalah manusia milenial adalah cuek. Karena itu jika dimungkinkan bergabunglah dengan komunitas literasi di kotamu ataupun mendukung secara online. Kita menjadi 'agent' berpengaruh sehingga anak-anak Indonesia dan masyarakat tidak gampang dipengaruhi hoax yang bisa merusak persatuan dan kerukunan di negara kita. 
Dengan cara itulah anak-anak muda tidak gampang dipengaruhi oleh berita-berita hoaks yang dapat melunturkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cara Cerdas Mencegah Penyebaran "Hoax" di Media Sosial", https://nasional.kompas.com/read/2017/11/07/08020091/cara-cerdas-mencegah-penyebaran-hoax-di-media-sosial.

Dengan cara itulah anak-anak muda tidak gampang dipengaruhi oleh berita-berita hoaks yang dapat melunturkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cara Cerdas Mencegah Penyebaran "Hoax" di Media Sosial", https://nasional.kompas.com/read/2017/11/07/08020091/cara-cerdas-mencegah-penyebaran-hoax-di-media-sosial.
Hoax itu salah siapa? Tidak terlalu penting. Bagi kita saatnya bersatu melawan hoax supaya kedamaian dan ketentraman bisa dinikmati di persada pertiwi. Kita pasti menang melawan hoax!



Silahkan baca juga tulisan saja di sini

https://www.kompasiana.com/roulinakrista/5b62b261677ffb3adf763ec7/orang-beriman-anti-hoax-santun-bermedia-sosial

No comments:

Post a Comment