Showing posts with label JALAN-JALAN. Show all posts
Showing posts with label JALAN-JALAN. Show all posts

Monday, September 24, 2018

KISAH SATU MALAM DI GAJAH BOBOK....

Hai...hai Good people!

Tentu kamu setuju ibarat ponsel perlu dicharge maka jiwa dan raga yang lelah dengan hiruk pikuk perlu dimanja dan disegarkan. Nah, salahsatu aktivitas kekinian dengan traveling atau nge-trip.

Adanya tagline Ayo Piknik Biar Ga Panik! makin memberi semangat untuk berlibur. Kabar baiknya, keinginan masyarakat yang semakin gemar berlibur mendapat tanggapan positif oleh perusahaan traveling, pengusaha  hotel atau armada transportasi memberikan tawaran paket liburan yang heboh.

Untuk  wisata lokal, sekarang ini tidak lagi sekedar pantai, gunung atau wisata kuliner orang-orang zaman now suka dengan tempat-tempat dengan sajian berbeda dengan benda atau bentuk yang unik sampai terkesan aneh. 

Pemerintah daerahpun kian berani  'membongkar' potensi alam dengan membuka dan menjadikan beberapa tempat sebagai spot destinasi yang kekinian.

Nah di Sumut ada destinasi yang lagi hits belakangan ini, yaitu BUKIT GAJAH BOBOK.

SEKILAS TENTANG BUKIT GAJAH BOBOK

Nama tempat : Bukit Gajah Bobok
Lokasi :  Tongging, Merek, Kabupaten Karo, Sumatera Utara
Nama Tempat : Taman Simalem Resort
Lokasi : Jalan Raya Merek – Sidikalang Km. 9, Sidikalang, Kodon-Kodon, Merek, Kodon-Kodon, Merek, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara


Adalah Trio perbukitan yang terletak di desa Pangambatan, daerah di sekitaran kecamatan Merek bagian dari kabupaten Karo. Akses ke tempat ini sangat mudah karena berada di jalan lintas kabanjahe-Sidikalang. Bisa dilalui dengan dua rute, pertama dari jalan Berastagi (Berastagi-Kabanjahe-Merek) dan satu lagi melalui Pematang Siantar. Kalau dari Medan jarak sekitar 1000.6km bisa ditempuh dalam 3-4 jam. Nah, kalau tahu Simalem Resort, tempat ini tidak jauh dari gerbang Simalem Resort.

Pada tanggal 8-9 September kemaren, aku dan beberapa teman kemping kesana. Sewaktu kami hendak pulang ke Medan, kami singgah di warung pinggir jalan untuk sekedar minum teh menanti bis dari arah Sdikalang. Aku mengajak ibu pemilik warung mgobrol2 khususnya tentang Gajah bobok ini. Menurut beliau warga kampung sebenarnya tidak pernah memberikan nama Gajah Bobok. Bagi mereka 3 bukit tersebut dikenal dengan buhit natolu seperti ungkapan Batak Dalihan Natolu. Seperti masyatakat lainnya, beliau kaget ketika ramai orang melintasi desa merekq mencari dan naik ke bukit yang tepat di belakang rumahnya.

Awalnya nama Gajah Bobok hanya santer di kalangan anak2 muda yang sering kemping di sana. Menurut mereka bukit-bukit tersebut tampak seperti gajah sedang tidur bila diperhatikan dari jalan lintas Merek-Sidikalang atau dari tempat ketinggian di Siantar. Kedua bukit tertinggi tampak seperti badan gajah yang sedang terbaring/idur dan satu bukit lain yang dekat Danau Toba tubuh bagian atas sampai ke belalainya.

Tempat eksotis dengan pemandangan hijau dan danau Toba memang selalu indah bila tertangkap kamera apalagi oleh anak milenial yang suka Selfi dan mencari tempat yang Instagramable. Nah, begitulah akhirnya tempat ini viral di media sosial dengan nama Gajah Bobok dan menjadi alternatif destinasi wisata khususnya yang suka kemping atau hiking yang tidak terlalu tinggi. 

Menurut plang penanda yang berdiri di pinggir jalan linta, jarak yang akan ditempuh sampai ke puncak adalah 2 km dengan jalan setapak tanah merah. Uniknya, meski hanya jalan setapak rute menuju puncak aman juga untuk mobil dan motor (cakap orang sini disebut kereta). Bagi pengendara baik motor dan mobil di jalan setapak menuju perbukitan tentulah sebuah tantangan. Apalagi kalau kondisi hujan, licin dan berlumpur menguras aderanalin karena jalanan bak trek balapan motor cross atau sirkuit off-road mobil. Bagi petualang dengan berjalan kaki dapat lebih santai menikmati kebun buah dan sayuran di kiri kanan sepanjang jalan.

Pemerintah daerah Karo dan masyarakat setempat sepertinya terus melakukan perbaikan fasilitas misalnya jalan yang makin lebar sehingga pengunjung mudah menemukan lokasi namun tetap mempertahankan keaslian tempat tersebut seperti tanah merah jalan setapak menuju perbukitan. Kami melihat beberapa lahan sedang diratakan dengan alat berat. Kurang tahu apa yang akan dibangun. Wait and see ya,,,



Saat kita sampai di kaki bukit setiap pengunjung harus membayar retribusi Rp. 7500/orang dan Rp. 15000/dengan kenderaan. Kalau penjaga tidak ada biasanya penjaga (warga biasa) akan naik ke atas untuk memintanya.

Meski kelihatannya seperti destinasi yang tersembunyi, para pengunjung bisa bisa menikmati karya Tuhan yang sangat emejing. Berada di atas 1200m permukaan laut, kita dapat menyaksikan hamparan bukit bak permadani hijau, bentangan birunya air air Danau Toba yang menjadi kebanggan Sumatera Utara, indahnya puncak-puncak tertinggi sepertu gunung Sibuaten, Gunung Sinabung, Gunung Sibayak, bukit air terjun Sipiso-piso, dan menjadi saksi kala sunset maupun sunrise.

Banyak cerita tentang tempat ini dan inilah kisahku satu malam di Gajah Bobok.

KISAH SATU MALAM DI GAJAH BOBOK
Puji Tuhan, weekend di awal bulan September lalu bersama dengan 3 orang teman bersepakat akan menghabiskan satu malam di bukit Gajah Bobok yang masih hits itu.
 Seringkali diskusi rencana nge-trip begitu alot lebih daripada rapat dewan. Komentar yang biasa terdengar "Ah sudah pernah", "Sudah pernah ke sana" "tempatnya udah rame" atau "Gitu-gitu aja". Diskusi bisa berujung tunda or batal atau cari tempat lain saja

Sehari sebelum keberangkatan, papat Paripurnapun dilakukan. Kami akan naik bis Raja Napogos jurusan Medan-Sidikalang. Kamipun berbagi tugas dalam penyediaan perlengkapan dan logistik. Syukurlah, tenda, kompor portable, dan nesting bisa dipinjam dari teman sementara matras harus disewa Rp. 20.000/pc. Untuk urusan logistik, kami bawa nasi dan ikan masak sementara kudapan beli dari swalaya. Berhubung kepastian perlengkapan baru kelar di malam itu, semua perlengkapan akan diambil di Sabtu pagi sebelum keberangkatan. 

Aku kebagian masak sambal teri, telur rebus dan membawa perlengkapan masak dan makan. Lumayan juga tuh..untung semuanya masuk dalam tas kuningku. Siap-siap dengan semua perlengapan..


Sedari pagi pesan di grup whatsapp saling berbalas. Rencananya sekitar jam 9 pagi kami sudah siap sedia untuk berangkat. 2 orang teman berangkat dari loket, aku menunggu di pinggir jalan berhubung rumah berada di jalur lintas, sementara satu orang dijemput di simpang Tuntungan karena harus menjemput kompor dan nesting.

Sewaktu aku sudah berada tempat menunggu masuklah pesan kalau keberangkatan akan delay karena kontak untuk peminjaman matras tidak bisa dihubungi (hm..udah kayak mo naik pesawat aja).

Aku memutuskan naik amgkot menuju Simpang Tuntungan menyusul teman daripada terus berdiri tanpa kepastian, sendirian lagi 🙄

Beribu detik sudah berlalu yang ditunggu belum nongol. Kami lumayan bosan juga...



Saat itu layar ponsel 11.04 akhirnya bis pink Raja Napogos datang menjemput. Tet...Tet..Here we goes...

Menuju Pancur batu jalanan lumayan ramai dan agak macet. Setelah itu lajur aspal hitam sudah normal kembali. Mengikuti kelokan tubuh jalan yang indah sekaligus ektrim dengan jurang di sisi jalan membuat aku beberapa kali harus menahan nafas, lumayan takut meski kuliat semua penumpang maupun supirnya santai saja.



Kabut dan hujan rintik-rintik di daerah ketinggian ini menambah indahnya alam.
 
Langit cerah Berastagi


Makan siang di stasion kecil Raja Napogos di Merek


Hanya sekitar 15 menit kami sudah melihat plang penanda menuju Gajah Bobok. Segera kami berkemas dengan barang-barang di bagasi.

Ini penampakan Bukit Gajah Bobok dari pinggir jalan. Menurut kamu seperti gajah bobok? (thinking)

Duh, plangnya patah 🤔🙄
Begini penampakan jalan setapak dari pinggir jalan lintas Merek-Sidikalang


 Jalan agak becek dan kami saling menghibur dan menyemangati. 
Go go go...prinsip santai saja yang penting sampai.
Kebun masyarakat di kiri kanan jalan

 Tempat yang sedang diratakan, kurang tahu mau dibuat apa.




Nih, kami dah sampai di kaki bukit. Bayar retribusi Rp. 30.000 untuk 4 orang. Pendakianpun dimulai.



Lumayan ngos-ngosan sewaktu mendaki. Tetapi lelah terbayar sewaktu melihat pemandangan indah meski baru di puncak terendah
Tidak berapa lama, kabut dan gerimis menyapa dengan manja. Segera kami gelar tenda..

Meski hanya sebentar, hujan cukup membuat tenda kami basah kuyup sementara kami mengisi perut yang sudah keroncongan

Setelah hujan reda, kami melihat banyak orang yang naik ke atas lagi dan tentu saja kami tergoda naik ke atas juga. Segera kami berkemas dan naik sebelum benar-benar gelap. Sampai di atas kembali gerimis bahkan terdengar gemuruh angin yang kencang.

Udara dingin mulai genit menusuk tulang. Kamipun melawannya dengan memakai alat masing-masing. Lumayan lama juga, untuk membunuh kebosanan kami bermain Truth or dare. Setelah hujan reda, kami menyalakan kompor dan memasak air di depan tenda. Kamipun bernyanyi dan menikmati kerlap-kerlip lampu Simalem resort sementara bintang-bintang sepertinya enggan menampakkan diri kepada kami di malam itu. 

Sampai tengah malampun masih saja terdengar langkah-langkah petualang alam yang ingin menghabiskan malam minggu di puncak ini. Suasana puncak menjadi ramai dengan lantunan gitar dan suara serak tetangga tenda sebelah.  

Pagipun tiba. Kami melakukan saat teduh bersama dan begitu keluar tenda kami mendapatkan pemandangan yang emejing. Selamat Pagi dan Selamat hari Minggu dari Gajah bobok!

Semburat cahaya jingga di ufuk timur masih malu-malu 

 Yeiiii, Lukisan Tuhan yang sangat emejing


Perbuktian hijau dilindungi oleh awan putih yang berarak
 Indahnya Danau Toba...



 Bersama dengan pendaki lain bahkan ada yang sampai ke puncak ujung bukit sono....kamu lihat ga?

Nah, ga asik dong kalau moment indah ini tidak diabadikan

Hembusan angin membuat membuat perut mudah terasa lapar. Puas dengan pesona alam kami kembali ke tenda dan memasak bahan-bahan logistil yang tersisa. Selesai makan dan menyeduh kopi hanyat, rasa kantuk datang. Kamipun mencoba tidur-tiduran di tenda namun tidak begitu nyaman karena matahari mulai terasa terik.

Sekitar jam 2 sore kami bersiap untuk turun dan menyelesaikan petualangan. Tentu saja tidak lupa membawa semua sampah kami. Beberapa tempat terlihat kotor dengan bekas botol minuman dan plastik. 

Berhubung semua ponsel juga sudah penat alias lobet, perjalanan pulang tidak ada acara jepret-jepret tapi yakinlah kami semua sangat senang.

 Minggu yang cerah dan tetap terik meski sudah sekitar jam 2 siang.
Kisah satu malam di Bukit Gajah Bobok berakhir dengan sukacita dan akan menjadi kenangan manis. Salam terakhir dan doapun terucap. Lestari!!!  See ya,,,

Sesampainya di Medan kami langsung makan yang berlemak alias na taboi....mengganti ion-ion dan tenaga yang terkuras hahahahaa....Oh ya, buat yang harus kembali berguru di negeri China, Chai yo!


8 TIPS ASSIK KEMPING DI GAJAH BOBOK
Bagi teman-teman yang ada rencana ke Bukit Gajah Bobok aku ingin berbagi tips persiapan yang harus dilakukan agar kisah liburan kalian lebih indah dan berkesan.

1. Tentukan berapa lama dan kalau perjalanan satu hari saja tentukan pilihan mau lihat sunset or sunrise. Jika perjalanan hanya 1-2 hari saja, pilihan ini menentukan waktu keberangkatan dari           tempat masing-masing.


2. Pastikan jumlah yang ikut karena akan berkaitan dengan perlengkapan jumlah atau besarnya tenda
 
3. Pastikan perlengkapan kemping lengkap seperti senter, pisau, kompor portable + liquid gas + korek api atau mancis untuk menyalakan kompor portable. Bisa berabe kan kalau kompor ga bisa nyala atau malah kehabisan gas. Sementara untuk nesting disesuaikan dengan banyaknya orang jadi ga kelamaan masak kalau terlalu kecil

4. Bawalah air sebanyak-banyaknya dan logistik secukupnya karena tidak ada warung di puncak

5. Pastikan membawa perlengkapan pribadi seperti:
a. Ransel yang kuat
b. Sepatu
c. Baju ganti
d. Kaos kaki
e. Baju hangat +syal+sarung tangan hangat+topi kupluk
f. P3K (khususnya yang punya sakit kambuhan bila di udara dingin)
g. Tisu basah (urusan elap-mengelap beres tanpa mengurangi jatah air yang terbatas)
h. Powerbank. Untuk memastikan ponsel tetap nyala dan bisa mengabadikan tiap momen
i. Plastik serbaguna

6. Untuk hiburan bawa juga gitar atau harmonika. Bernyanyi memecah kesunyian semakin asik

7. Kalau bisa bawalah hammock (tempat tidur gantung yang diikatkan pada pohon itu loh). Terbayang angin semilir membelai dan membuat suasana kemping jadi berbeda  

8. Bawa pulang semua sampah. Mari sama-sama menjaga alam.

Baidewe, siapa yang sudah pernah kesana? Yuk, Silahkan berbagi cerita di kolom komentar ya..


Medan, 24 September 2018
Kisah di Gajah Bobok, 8-9 Sep 2018

Tuesday, June 5, 2018

LEMANG, KORA-KORA dan NONGGOK DI PERAYAAN REBU-REBU/PESTA KERJA TAHUN DI DESA GUNUNG SINEMBAH


Eh kawan-kawan pernah klen dengar acara kerja tahun? Bagi kawan-kawan yang tinggal atau punya kampung halaman di daerah Kabupaten Karo atau berada di desa perbatasan dengan Karo tentu sangat familiar dengan acara ini.

Aku sering dengar cerita tentang acara tersebut dari Ibu Kos di daerah Padang Bulan atau teman-teman kampus bersuku Karo. Namun sayangnya belum pernah kesampaian untuk mengikutinya dan biasanya hanya mendapat oleh-oleh cimpa, salah satu makanan khas Karo yang rasanya enak dan unik.

Nah, perasaan campur aduk ketika seorang teman mengundang untuk bertamu saat kerja tahun di daerahnya. Kenangan manispun kembali ditorehkan dalam angan cieeee, mau tahu gimana ceritanya? ini dia tarraaaa....

SEKILAS TENTANG KERJA TAHUN

Setelah membaca beberapa literatur definisi dari Kerja tahun (pesta tahunan) merupakan tradisi perayaan di Kabupaten Karo. Di masa lampau pesta ini merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan setiap tahun dan dihubungkan dengan kegiatan atau tahapan pertanian yang merupakan mata pencaharian bagi masyarakat Karo. 

Acara ini  dilakukan sebagai pagelaran syukuran kepada Sang Pencipta untuk kegiatan bertanam dan panen yang telah selesau dan memohon berkahNya agar kegiatan ini berhasil dengan panen yang berlimpah. Pelaksanaan acara ini berbeda-beda beberapa daerah, ada yang merayakan di masa awal penanaman (merdang merdem), masa pertumbuhan (nimpa bunga benih),  masa menjelang panen (mahpah) ataupun pada masa panen (ngerires).

Kerja tahun pada umumnya dilaksanakan selama enam hari.
Hari pertama (cikor-kor) merupakan awal pelaksanaan kerja tahun yang ditandai dengan kegiatan penduduk  mencari kor-kor (sejenis serangga yang tinggal dalam tanah) di ladang.

Hari kedua atau biasa disebut cikurung diisi dengan kegiatan mencari kurung (hewan sawah) di areal persawahan

Hari ketiga yang disebut dengan  ndurung adalah kegiatan mencari nurung (ikan) di sungai

Lalu pada hari keempat ditandai dengan kegiatan mantem atau motong, yakni aktivitas  penyembelihan lembu dan babi.

Sementara hari kelima atau matena merupakan puncak dari upacara perayaan kerja tahun.
 Ketika sampai pada puncak perayaan, semua penduduk mengucapkan rasa syukur atas hasil panen dengan saling mengunjungi diantara sesama warga penyelenggara kerja tahun. Dalam acara kunjungan itulah seluruh hidangan yang berasal dari awal kegiatan kerja tahun hingga hari kelima akan disajikan. Namun perayaan kerja tahun belum usai pada hari kelima.

Pada hari keenam dilaksanakanlah nimpa atau kegiatan membuat cimpa (makanan khas Karo yang terbuat dari beras atau ketan). Pelaksanaan kerja tahun berakhir di hari ketujuh atau biasa disebut dengan rebu. Pada hari ketujuh ini tidak ada kegiatan yang dilakukan karena arti dari kata rebu itu sendiri adalah tidak saling menyapa atau bercakap-cakap. Hari rebu lebih merupakan hari istirahat setelah selama enam hari ‘berpesta’.

Selain itu, acara ini juga mempererat hubungan kekerabatan dalam keluarga. Acara ini dimanfaatkan untuk pulang kampung, mengunjungi kerabat, bahkan sarana perjodohan dan hiburan. Uniknya waktu perayaan tidak selalu sama di tiap desa meskipun berada dalam satu kecamatan dan biasanya pesta ini dilakukan selama seminggu dengan berbagai acara menarik.

Kerja tahun menjadi semacam perwujudan prinsip gotong royong dalam masyarakat Karo. Setelah satu tahun disibukkan oleh kegiatan bertani atau berladang yang juga dilaksanakan secara gotong royong, maka hasil dari aktivitas pertanian itu juga harus disyukuri dan dinikmati secara gotong royong pula. Pada masa kerja tahun, seluruh masyarakat kuta saling berbagi kegembiraan tanpa adanya sekat-sekat tertentu.

DIBAWA ASEK AJA, DITINGGAL SIMAS, MASIH ADA SEPADAN ;)

Sabtu sore yang cerah, 2 Juni 2018 adalah kesepakatan 5 cewek tangguh nan cantik (hearteyes) untuk kumpul di terminal Lubuk Pakam menuju desa Gunung Sinembah, kampung halaman teman kami. Bus yang akan kami tumpangi adalah PO Simas dengan keberangkatan paling lama 16.00-16.30WIB.

Demi komando yang lebih baik kamipun terhubung melalui grup whatsapp. Kelima kami memang memiliki kesibukan masing-masing, 2 orang harus bekerja, 1 orang langsung menuju Terminal Lubuk pakam, dan 2 orang siap berangkat kapan saja.
 
Duh, pada layar henpon sudah 15.30 tapi kami bertiga masih berada di daerah Simpang Pos Padang Bulan. Ada rasa galau entah kami akan sampai tepat waktu atau akan ketinggalan bus sambil membayangkan kemacetan di depan sana apalagi saat weekend seperti ini. Sepanjang perjalanan kami saling memberi kabar posisi dan berkejar-kejaran dengan waktu yang semakin mepet.

Update pada jam 16.30 ternyata 1 orang sudah tiba di terminal dan memberi informasi bahwa bus Simas sudah berangkat semua dan hanya ada bus Sepadan yang sedang mengangkut barang sembako. Sayangnya, 1 orang teman mengundurkan diri karena memang posisi masih sangat jauh dari terminal.
Ibarat sebuah nasihat "tidak ada rotan akarpun jadi", Tidak ada bus Simas, Bus sepadanpun jadi". Untunglah bang supir sepadan mau mengangkut kami....Ya udahlah daripada gak jadi kerja tahun kan..

Senangnya lagi, kami bertemu dengan teman semasa di kampus yang akan mengunjungi saudaranya yang akan merayakan kerja tahun di desa yang berdekatan dengan desa teman kami.

Terlihat mentari cerah sedang bersiap kembali ke peraduannya, bus Sepadan dengan penumpang 6 cewek cantik dan tumpukan sembako bergegas meninggalkan terminal.  Here we go.......


Menurut bang supir kami akan tiba di Desa Sinembah kira-kira jam 19.00WIB. Kamipun berusaha menikmati perjalanan. Terhibur juga dengan nama-nama desa yang unik dan lucu ketika melintasi desa demi desa, seperti desa sungai buaya hahahhaaa...(takotttttt adek bang)

Perjalanan kami begitu lancar dan hanya tertunda saat bang Supir harus menurunkan barang sembako kepada pemiliknya. Sepanjang perjalanan dari Galang menuju Gunung Sinembah kami melihat persiapan masyarakat untuk kerja tahun dalam beberapa hari ini.

Horeee biar lambat asal sampai tujuan dengan selamat. Thanks God! Sekitar jam 19.30 kamipun tiba di desa Gunung Sinembah. Kamipun mendapati hal yang sama di desa ini.  Tampak masyarakat sedangmelakukan persiapan menyambut perayaan yang akan dimulai pada tanggal 4 Juni 2018 seperti yang kuliat pada spanduk. Setelah ramah tamah dan makan malam dengan keluarga, kamipun melepas lelah dan tidur.
Desa Gunung Sinembah ini sepertinya perbatasan antara kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun. Setelah desa Sinembah kita sampai di  desa Saran Padang yang merupakan bagian dari kabupaten Simalungun.
Teman saya sebenarnya bersuku Simalungun namun anggota keluarga sepertinya sudah bercampur dengan suku Karo sehingga sudah menyatu dengan kebiasaan adat karo. Kami memanggil ibu teman kami itu dengan sebuatan bibik. Kami juga sangat terhibur dengan kosa-kata baru dan logat yang unik perpaduan antara bahasa Simalungun dan Karo.
Semburat senyum manis mentari menyapa minggu pagi ini menjadi semangat bagi kami yang sibuk dengan mempersiapkan makanan. Udara yang sejuk menawar mulut untuk selalu mengunyah makanan yang memang banyak....alhasil program diet gatot dah..hahahahaa

Rencananya kami bersama bibik akan memasak lemang. (suerr... penasaran coz ga pernah hehhee). Selain itu kami semua sangat tidak sabar untuk mengikuti ritual rebu-rebu, yaitu Nonggok*  di dekat rumah  pada jam 11.00WIB dan biasanya berlangsung selama 2 jam. Jadi memang agak berbeda dengan susunan acara yang kubaca dalam literatur di atas.
JADI TUR-LOK (TURIS LOKAL) SEKELAK...
Kebetulan pasokan gas di rumah udah mulai habis jadi saya bersama teman pergi membeli gas ke desa Saran Padang dengan menggunakan motor. Kutaksir jaraknya lebih dari 15km dengan waktu tempuh 20-30 menit. Sekeliling menghijau dan udara yang segar. Amboi, nikmat apalagi yang kamu dustakan!
Beruntung sekali jalanan sudah beraspal hitam membuat perjalanan lancar dan menyenangkan.
Menurut warga jalanan inipun katanya menjadi penghubung antardaerah bahkan sampai kabupaten Tapanuli Utara...wow!
Sepanjang jalan tak henti-henti memuji betapa indahnya pemandangan dengan pegunungan yang hijau dan hamparan ladang dan sawah.
Terlihat bagai lukisan!
Cekrek sekali ah! Sah ya...
LEMANG ALA KAMI...
Terlihat bibik sedang mempersiapkan santan kuning yang telah dicampur bumbu seperti kemiri, kunyi, merica/lada, garam dan siap untuk dituang ke dalam bambu lemang nantinya. Kamipun masih sibuk dengan daun pisang yang akan dimasukkan ke dalam bambu. Nantinya beberapa lemang akan kami bawa ke Medan sebagai oleh-oleh.

Awalnya terlihat mudah namun ternyata butuh teknik khusus supaya daun pisang memenuhi ruang bambu dengan tepat dan baik sehingga nantinya beras ketan mudah dimasukkan ke dalam.

Akhirnya sekitar 32 bambu sudah berisi beras ketan siap dituang santan kuning dan siap disusun diperapian.
Butuh 2 jam sampai akhirnya lemang turun dari perapian....
Senin pagi sarapan lemang.....
SERUNYA NONGGOK
Kami ketularan heppot* ketika melihat masyarakat melintas di depan rumah menuju kolam ikan yang sudah dipersiapkan. Masing-masing membawa jala ikan dengan karung/goni dipinggang. Sayangnya, kami agak terlambat karena harus mencari jala/nonggok yang ternyata hanya ada hanya 1 buah.

 Keriuhan sudah terdengar....
Tampak semua masyarakat, tua, muda, dan anak-anak tumpah ruah memenuhi kolam dan mulai melakukan berbagai cara untuk mendapatkan ikan sebanyak-banyaknya. Terdengar gelak tawa ketika mulai terdengar nada menyerah atau saling mengejek karena ikan tak kunjung masuk dalam jaringnya.

Dua orang teman saya  dengan bermodalkan 1 jala menjadi peserta sementara kami berdua menjadi penonton dan mengabadikan tingkah mereka yang lucu dan seru. Seakan menikmati acara hari ini, mentari begitu cerah bersinar namun tidak menyurutkan semangat mereka termasuk kedua teman saya yang akhirnya pulang membawa ikan kecil.
 Wuih,,,,,ada yang dapat ikan sebesar ini loh.... mantap bah!
Berhubung perut sudah lapar segera kami berkemas pulang ke rumah sementara masih banyak saja orang yang masih berada dalam kolam. Di pingir jalan tampak penjual makanan menemani warga.

Ah, ternyata daging yang dibeli tadi belum dipanggang. Kamipun segera memanggang daging di dapur sembari bersenda gurau melepas lelah dan melihat masyarakat yang pulang dari acara rebu-rebu.

KORA-KORA atau KERA-KERA
Sarapan pagi tadi kami dijamu dengan ikan kering yang mereka sebut dengan kora-kora atau kera-kera. Kami temukan ini di dapur saat memanggang daging. Makanan ini kaya bumbu dan rasanya enak, sepertinya ini menjadi menu wajib di daerah ini.


MEJUAH-JUAH KITA KERINA...

Untuk kepulangan ke Medan ternyata ada 2 pilihan rute dan waktu. Rute bus simas via terminal Lubuk Pakam dengan bus terakhir jam 14.00WIB dan rute via Kabanjahe (dari Saran Padang) dengan bus terakhir jam 16.00WIB. Kami pilih opsi kedua karena kami belum berkemas. 


Sekitar jam 15.00WIB kami sudah pamit kepada keluarga dan diantarkan oleh pemuda setempat yang baik hati ke Saran Padang.

 Disepanjang jalan kami berhenti sejenak menikmati panorama alam yang memang indah


Ealah....kembali drama terjadi, kami nyaris ketinggalan bus karena bus baru saja berangkat dan kami ngebut nyusul ke sebuah titik tempat yang diinformasikan. How lucky we are!


Mobil L300 mengantarkan kami menuju Kabanjahe dan menaiki bus menuju Medan. Hujan menyambut kami tiba di kota Medan sekitar Jam 20.00WIB dengan perasaan tidak karuan karena bus yang kami tumpangi sangat ngebuuut...tetiba teringat wak supir kantor yang konsisten dengan klakson sepanjang jalan supaya yang lain pada minggirrrr.....


Kali ini memang hanya bisa menikmati lemang, nonggok, dan kora-kora dan masih berharap bisa menikmati acara atau makanan khas karo lainnya saat kerja tahun. Belum tahu juga sih apakah ada penganan lain yang akan dimasak oleh bibik selama seminggu ini.

Nah, kawan-kawan khususnya KALAK KARO yuk berbagi kisah kalian saat kerja tahun termasuk menyebutkan acara/kegiatan dan makanan atau minuman yang biasa disajikan dalam perayaan tersebut. Semoga masih ada kesempatan.... 


MEJUAH-JUAH KITA KERINA! NDIGAN KERJA TAHUN  KUTANDU?




catatan:
*bibik = tante
*Nonggok = ritual masyarakat menangkap ikan di sebuah kolam besar dimana ikan sudah dimasukkan seminggu sebelumnya
*heppot = sibuk (bah. batak)
*kora-kora atau kera-kera = ikan kering. Ikan kecil-kecil yang dimasak dengan bumbu gulai dan dibiarkan (di atas perapian) sampai mengering

*Informasi didapat saat sharing dengan teman-teman dan bacaan online
NB: mohon maaf dan mohon koreksi jikalau ada kalimat yang tidak tepat. 



Desa Gunung Sinembah, Kec Gunung Meriah
2-3 Jun 2018