Tuesday, June 5, 2018

LEMANG, KORA-KORA dan NONGGOK DI PERAYAAN REBU-REBU/PESTA KERJA TAHUN DI DESA GUNUNG SINEMBAH


Eh kawan-kawan pernah klen dengar acara kerja tahun? Bagi kawan-kawan yang tinggal atau punya kampung halaman di daerah Kabupaten Karo atau berada di desa perbatasan dengan Karo tentu sangat familiar dengan acara ini.

Aku sering dengar cerita tentang acara tersebut dari Ibu Kos di daerah Padang Bulan atau teman-teman kampus bersuku Karo. Namun sayangnya belum pernah kesampaian untuk mengikutinya dan biasanya hanya mendapat oleh-oleh cimpa, salah satu makanan khas Karo yang rasanya enak dan unik.

Nah, perasaan campur aduk ketika seorang teman mengundang untuk bertamu saat kerja tahun di daerahnya. Kenangan manispun kembali ditorehkan dalam angan cieeee, mau tahu gimana ceritanya? ini dia tarraaaa....

SEKILAS TENTANG KERJA TAHUN

Setelah membaca beberapa literatur definisi dari Kerja tahun (pesta tahunan) merupakan tradisi perayaan di Kabupaten Karo. Di masa lampau pesta ini merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan setiap tahun dan dihubungkan dengan kegiatan atau tahapan pertanian yang merupakan mata pencaharian bagi masyarakat Karo. 

Acara ini  dilakukan sebagai pagelaran syukuran kepada Sang Pencipta untuk kegiatan bertanam dan panen yang telah selesau dan memohon berkahNya agar kegiatan ini berhasil dengan panen yang berlimpah. Pelaksanaan acara ini berbeda-beda beberapa daerah, ada yang merayakan di masa awal penanaman (merdang merdem), masa pertumbuhan (nimpa bunga benih),  masa menjelang panen (mahpah) ataupun pada masa panen (ngerires).

Kerja tahun pada umumnya dilaksanakan selama enam hari.
Hari pertama (cikor-kor) merupakan awal pelaksanaan kerja tahun yang ditandai dengan kegiatan penduduk  mencari kor-kor (sejenis serangga yang tinggal dalam tanah) di ladang.

Hari kedua atau biasa disebut cikurung diisi dengan kegiatan mencari kurung (hewan sawah) di areal persawahan

Hari ketiga yang disebut dengan  ndurung adalah kegiatan mencari nurung (ikan) di sungai

Lalu pada hari keempat ditandai dengan kegiatan mantem atau motong, yakni aktivitas  penyembelihan lembu dan babi.

Sementara hari kelima atau matena merupakan puncak dari upacara perayaan kerja tahun.
 Ketika sampai pada puncak perayaan, semua penduduk mengucapkan rasa syukur atas hasil panen dengan saling mengunjungi diantara sesama warga penyelenggara kerja tahun. Dalam acara kunjungan itulah seluruh hidangan yang berasal dari awal kegiatan kerja tahun hingga hari kelima akan disajikan. Namun perayaan kerja tahun belum usai pada hari kelima.

Pada hari keenam dilaksanakanlah nimpa atau kegiatan membuat cimpa (makanan khas Karo yang terbuat dari beras atau ketan). Pelaksanaan kerja tahun berakhir di hari ketujuh atau biasa disebut dengan rebu. Pada hari ketujuh ini tidak ada kegiatan yang dilakukan karena arti dari kata rebu itu sendiri adalah tidak saling menyapa atau bercakap-cakap. Hari rebu lebih merupakan hari istirahat setelah selama enam hari ‘berpesta’.

Selain itu, acara ini juga mempererat hubungan kekerabatan dalam keluarga. Acara ini dimanfaatkan untuk pulang kampung, mengunjungi kerabat, bahkan sarana perjodohan dan hiburan. Uniknya waktu perayaan tidak selalu sama di tiap desa meskipun berada dalam satu kecamatan dan biasanya pesta ini dilakukan selama seminggu dengan berbagai acara menarik.

Kerja tahun menjadi semacam perwujudan prinsip gotong royong dalam masyarakat Karo. Setelah satu tahun disibukkan oleh kegiatan bertani atau berladang yang juga dilaksanakan secara gotong royong, maka hasil dari aktivitas pertanian itu juga harus disyukuri dan dinikmati secara gotong royong pula. Pada masa kerja tahun, seluruh masyarakat kuta saling berbagi kegembiraan tanpa adanya sekat-sekat tertentu.

DIBAWA ASEK AJA, DITINGGAL SIMAS, MASIH ADA SEPADAN ;)

Sabtu sore yang cerah, 2 Juni 2018 adalah kesepakatan 5 cewek tangguh nan cantik (hearteyes) untuk kumpul di terminal Lubuk Pakam menuju desa Gunung Sinembah, kampung halaman teman kami. Bus yang akan kami tumpangi adalah PO Simas dengan keberangkatan paling lama 16.00-16.30WIB.

Demi komando yang lebih baik kamipun terhubung melalui grup whatsapp. Kelima kami memang memiliki kesibukan masing-masing, 2 orang harus bekerja, 1 orang langsung menuju Terminal Lubuk pakam, dan 2 orang siap berangkat kapan saja.
 
Duh, pada layar henpon sudah 15.30 tapi kami bertiga masih berada di daerah Simpang Pos Padang Bulan. Ada rasa galau entah kami akan sampai tepat waktu atau akan ketinggalan bus sambil membayangkan kemacetan di depan sana apalagi saat weekend seperti ini. Sepanjang perjalanan kami saling memberi kabar posisi dan berkejar-kejaran dengan waktu yang semakin mepet.

Update pada jam 16.30 ternyata 1 orang sudah tiba di terminal dan memberi informasi bahwa bus Simas sudah berangkat semua dan hanya ada bus Sepadan yang sedang mengangkut barang sembako. Sayangnya, 1 orang teman mengundurkan diri karena memang posisi masih sangat jauh dari terminal.
Ibarat sebuah nasihat "tidak ada rotan akarpun jadi", Tidak ada bus Simas, Bus sepadanpun jadi". Untunglah bang supir sepadan mau mengangkut kami....Ya udahlah daripada gak jadi kerja tahun kan..

Senangnya lagi, kami bertemu dengan teman semasa di kampus yang akan mengunjungi saudaranya yang akan merayakan kerja tahun di desa yang berdekatan dengan desa teman kami.

Terlihat mentari cerah sedang bersiap kembali ke peraduannya, bus Sepadan dengan penumpang 6 cewek cantik dan tumpukan sembako bergegas meninggalkan terminal.  Here we go.......


Menurut bang supir kami akan tiba di Desa Sinembah kira-kira jam 19.00WIB. Kamipun berusaha menikmati perjalanan. Terhibur juga dengan nama-nama desa yang unik dan lucu ketika melintasi desa demi desa, seperti desa sungai buaya hahahhaaa...(takotttttt adek bang)

Perjalanan kami begitu lancar dan hanya tertunda saat bang Supir harus menurunkan barang sembako kepada pemiliknya. Sepanjang perjalanan dari Galang menuju Gunung Sinembah kami melihat persiapan masyarakat untuk kerja tahun dalam beberapa hari ini.

Horeee biar lambat asal sampai tujuan dengan selamat. Thanks God! Sekitar jam 19.30 kamipun tiba di desa Gunung Sinembah. Kamipun mendapati hal yang sama di desa ini.  Tampak masyarakat sedangmelakukan persiapan menyambut perayaan yang akan dimulai pada tanggal 4 Juni 2018 seperti yang kuliat pada spanduk. Setelah ramah tamah dan makan malam dengan keluarga, kamipun melepas lelah dan tidur.
Desa Gunung Sinembah ini sepertinya perbatasan antara kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun. Setelah desa Sinembah kita sampai di  desa Saran Padang yang merupakan bagian dari kabupaten Simalungun.
Teman saya sebenarnya bersuku Simalungun namun anggota keluarga sepertinya sudah bercampur dengan suku Karo sehingga sudah menyatu dengan kebiasaan adat karo. Kami memanggil ibu teman kami itu dengan sebuatan bibik. Kami juga sangat terhibur dengan kosa-kata baru dan logat yang unik perpaduan antara bahasa Simalungun dan Karo.
Semburat senyum manis mentari menyapa minggu pagi ini menjadi semangat bagi kami yang sibuk dengan mempersiapkan makanan. Udara yang sejuk menawar mulut untuk selalu mengunyah makanan yang memang banyak....alhasil program diet gatot dah..hahahahaa

Rencananya kami bersama bibik akan memasak lemang. (suerr... penasaran coz ga pernah hehhee). Selain itu kami semua sangat tidak sabar untuk mengikuti ritual rebu-rebu, yaitu Nonggok*  di dekat rumah  pada jam 11.00WIB dan biasanya berlangsung selama 2 jam. Jadi memang agak berbeda dengan susunan acara yang kubaca dalam literatur di atas.
JADI TUR-LOK (TURIS LOKAL) SEKELAK...
Kebetulan pasokan gas di rumah udah mulai habis jadi saya bersama teman pergi membeli gas ke desa Saran Padang dengan menggunakan motor. Kutaksir jaraknya lebih dari 15km dengan waktu tempuh 20-30 menit. Sekeliling menghijau dan udara yang segar. Amboi, nikmat apalagi yang kamu dustakan!
Beruntung sekali jalanan sudah beraspal hitam membuat perjalanan lancar dan menyenangkan.
Menurut warga jalanan inipun katanya menjadi penghubung antardaerah bahkan sampai kabupaten Tapanuli Utara...wow!
Sepanjang jalan tak henti-henti memuji betapa indahnya pemandangan dengan pegunungan yang hijau dan hamparan ladang dan sawah.
Terlihat bagai lukisan!
Cekrek sekali ah! Sah ya...
LEMANG ALA KAMI...
Terlihat bibik sedang mempersiapkan santan kuning yang telah dicampur bumbu seperti kemiri, kunyi, merica/lada, garam dan siap untuk dituang ke dalam bambu lemang nantinya. Kamipun masih sibuk dengan daun pisang yang akan dimasukkan ke dalam bambu. Nantinya beberapa lemang akan kami bawa ke Medan sebagai oleh-oleh.

Awalnya terlihat mudah namun ternyata butuh teknik khusus supaya daun pisang memenuhi ruang bambu dengan tepat dan baik sehingga nantinya beras ketan mudah dimasukkan ke dalam.

Akhirnya sekitar 32 bambu sudah berisi beras ketan siap dituang santan kuning dan siap disusun diperapian.
Butuh 2 jam sampai akhirnya lemang turun dari perapian....
Senin pagi sarapan lemang.....
SERUNYA NONGGOK
Kami ketularan heppot* ketika melihat masyarakat melintas di depan rumah menuju kolam ikan yang sudah dipersiapkan. Masing-masing membawa jala ikan dengan karung/goni dipinggang. Sayangnya, kami agak terlambat karena harus mencari jala/nonggok yang ternyata hanya ada hanya 1 buah.

 Keriuhan sudah terdengar....
Tampak semua masyarakat, tua, muda, dan anak-anak tumpah ruah memenuhi kolam dan mulai melakukan berbagai cara untuk mendapatkan ikan sebanyak-banyaknya. Terdengar gelak tawa ketika mulai terdengar nada menyerah atau saling mengejek karena ikan tak kunjung masuk dalam jaringnya.

Dua orang teman saya  dengan bermodalkan 1 jala menjadi peserta sementara kami berdua menjadi penonton dan mengabadikan tingkah mereka yang lucu dan seru. Seakan menikmati acara hari ini, mentari begitu cerah bersinar namun tidak menyurutkan semangat mereka termasuk kedua teman saya yang akhirnya pulang membawa ikan kecil.
 Wuih,,,,,ada yang dapat ikan sebesar ini loh.... mantap bah!
Berhubung perut sudah lapar segera kami berkemas pulang ke rumah sementara masih banyak saja orang yang masih berada dalam kolam. Di pingir jalan tampak penjual makanan menemani warga.

Ah, ternyata daging yang dibeli tadi belum dipanggang. Kamipun segera memanggang daging di dapur sembari bersenda gurau melepas lelah dan melihat masyarakat yang pulang dari acara rebu-rebu.

KORA-KORA atau KERA-KERA
Sarapan pagi tadi kami dijamu dengan ikan kering yang mereka sebut dengan kora-kora atau kera-kera. Kami temukan ini di dapur saat memanggang daging. Makanan ini kaya bumbu dan rasanya enak, sepertinya ini menjadi menu wajib di daerah ini.


MEJUAH-JUAH KITA KERINA...

Untuk kepulangan ke Medan ternyata ada 2 pilihan rute dan waktu. Rute bus simas via terminal Lubuk Pakam dengan bus terakhir jam 14.00WIB dan rute via Kabanjahe (dari Saran Padang) dengan bus terakhir jam 16.00WIB. Kami pilih opsi kedua karena kami belum berkemas. 


Sekitar jam 15.00WIB kami sudah pamit kepada keluarga dan diantarkan oleh pemuda setempat yang baik hati ke Saran Padang.

 Disepanjang jalan kami berhenti sejenak menikmati panorama alam yang memang indah


Ealah....kembali drama terjadi, kami nyaris ketinggalan bus karena bus baru saja berangkat dan kami ngebut nyusul ke sebuah titik tempat yang diinformasikan. How lucky we are!


Mobil L300 mengantarkan kami menuju Kabanjahe dan menaiki bus menuju Medan. Hujan menyambut kami tiba di kota Medan sekitar Jam 20.00WIB dengan perasaan tidak karuan karena bus yang kami tumpangi sangat ngebuuut...tetiba teringat wak supir kantor yang konsisten dengan klakson sepanjang jalan supaya yang lain pada minggirrrr.....


Kali ini memang hanya bisa menikmati lemang, nonggok, dan kora-kora dan masih berharap bisa menikmati acara atau makanan khas karo lainnya saat kerja tahun. Belum tahu juga sih apakah ada penganan lain yang akan dimasak oleh bibik selama seminggu ini.

Nah, kawan-kawan khususnya KALAK KARO yuk berbagi kisah kalian saat kerja tahun termasuk menyebutkan acara/kegiatan dan makanan atau minuman yang biasa disajikan dalam perayaan tersebut. Semoga masih ada kesempatan.... 


MEJUAH-JUAH KITA KERINA! NDIGAN KERJA TAHUN  KUTANDU?




catatan:
*bibik = tante
*Nonggok = ritual masyarakat menangkap ikan di sebuah kolam besar dimana ikan sudah dimasukkan seminggu sebelumnya
*heppot = sibuk (bah. batak)
*kora-kora atau kera-kera = ikan kering. Ikan kecil-kecil yang dimasak dengan bumbu gulai dan dibiarkan (di atas perapian) sampai mengering

*Informasi didapat saat sharing dengan teman-teman dan bacaan online
NB: mohon maaf dan mohon koreksi jikalau ada kalimat yang tidak tepat. 



Desa Gunung Sinembah, Kec Gunung Meriah
2-3 Jun 2018

No comments:

Post a Comment