Tuesday, May 28, 2019

Hanya 300 kata



Menulis 300 kata, termasuk pembuka, isi, dan penutup. Begitulah instruksi tugas untuk minggu ini. Aku dan ratusan orang tergabung di dalam sebuah grup FB. Aturan main sederhana. Peserta akan menulis sesuai topik. Tulisan ini akan dikoreksi oleh dewan mentor (penulis hebat lainnya). Setelah itu, tulisan diposting di wall grup dan wall FB pribadi. 
Tertera jadwalku di tanggal 28 mei 2019 dan mentor yang akan membantu. Hal ini berarti hari senin tulisan sudah dikirim. 

 “Ah, gampang, besok sore juga bisa, ”pikirku. Sabtu kerja hanya setengah hari. Masih bisa kuteruskan sampai minggu. Itulah rencana awal. 
Menulis bisa dilakukan siapa saja tetapi menyajikan tulisan  indah menjadi perkara yang sulit. Menurut para penulis hebat, tipsnya sederhana, menulislah!

Seketika aku berselancar di dunia maya. Membaca tulisan-tulisan pada laman google dan grup FB. Setiap orang unik dalam menyajikan tulisan.  Aku malah larut dalam beberapa tulisan.  Tulisan yang ditangapi ratusan like dan komentar. “Hm…begini nih tulisan yang menghibur,”batinku. 
 Sabtu terlewati begitu saja. Waktu pengumpulan tugas semakin mepet. Aku semakin deg-degan. Sampai minggu sore, pikiranku masih harus berpikir keras mencari 300 kata yang tepat, belum lagi mengurainya menjadi tulisan yang indah. 

 Kebuntuan pun menyita emosi. Mentok saat mengurai scorecard lalu membuat yang baru. Berulang kali membaca tulisan dari awal sampai akhir . Kata-kata yang terdengar garing segera diganti lewat aplikasi thesaurus  untuk memperindah tulisan. Tidak hanya itu saja, cara penulisan pun harus sesuai dengan EYD. 

Harus diakui ‘jam terbang tinggi’ sangat mempengaruhi  karya tulisan yang baik juga. Menulis memang berat, kamu harus terus berlatih. Dilan tidak akan sanggup. Aku memotivasi diri. Tidak hanya butuh pikiran yang  jernih, menulis juga membutuhkan energi. Untung saja ada camilan untuk menunda lapar. 

 Tidak terasa jam sudah bergerak menuju tengah malam.  Akhirnya selesai juga sebuah tulisan. Aku sudah kirimkan kepada dewan mentor. Kalau untuk kamu, baca saja tulisan ini, sama koq 300 kata.

Tuesday, May 21, 2019

3 "Hachiko" hadiah Tuhan untuk kami

Anjing sejak lama dikenal sebagai sahabat manusia yang paling setia. Ajing kerap dipelihara di rumah atau sebagai penjaga kebun, rumah, kantor, bahkan dilatih sebagai partner polisi untuk menangkap penjahat. Belakangan ini beberapa ras anjing tertentu dipelihara untuk berburu, untuk diadu, dilatih ketangkasan atau dilombakan dalam kontes-kontes. 

 Kontes yang dilakukan oleh komunitas pecinta anjing di seluruh dunia, di luar negeri diadakan lomba selancar di California. Maret lalu, Alaska mengadalaj lomba balap kereta luncur anjing yang ditanggapi kontroversial oleh dunia. Event terakhir di bulan ini, lomba ketangkasan dalam kejuaraan di Distrik Federal Siberia yang dilaksakan di Krasnoyarsk, Rusia.

Indonesia juga sepertinya tidak mau ketinggalan, tercatat juga lomba renang yang diadakan di Surabaya, lomba pacu anjing di Payakumbuk dan pernah juga lomba lari bersama pemiliknya seperti yang diadakan di jakarta, tepatnya di Parkir Timur Senayan dalam event ALPO Dog run.

Begitu juga kontes fashion show pada moment tertentu seperti Valentine, Hallowen, Natal, atau imlek dimana anjing diberi aksesoris yang lucu dan didandan cantik . Selain itu, pernah juga diadakan Dog Dancing Show, Agility Dog Race Competition, Dog Eating Competition


Meski ada banyak kebaikan anjing, kata "anjing" dipakai saat memaki atau melecehkan, seperti istilah asu atau kirik.






klik..klik...selponku berbunyi.
Sebuah kiriman  foto masuk melalui messanger FB. Kiriman yang membuat aku tersenyum. Bagaimana tidak, kulihat foto 6 ekor anak anjing yang lucu-lucu. Anak dari Oped, anjing penjaga rumah kami saat ini. Ini kali ketiga kami memelihara anjing. Katanya sih jenis anjing kampung, namanya blekie, brown, dan Oped.

Sebenarnya aku tidak begitu suka dengan binatang piaraan termasuk anjing.  Suatu kali aku bingung saat mengisi diari yang  harus menuliskan 'binkes alias binatang kesukaan. Aku isi aja dengan merpati. Hehehe

Aku berkenalan dengan anjing  pertama kami, Blekie saat liburan semester. Seekor anjing jantan dengan bulu hitam mengkilat ( cocok jadi model iklan shampo Sunsilk versi binatang wkwkwkwk), kakinya pendek namun bodinya panjang.

Ia langsung saja melompat seperti ingin bersalaman begitu aku buka pintu gerbang. Refleks saja tanganku menepisnya. Benar- benar kaget dengan sambutan yang berbeda. Bapak dan adikku dengan semangat memberi saran-saran praktis agar enjoy bersama dengan blekie. Ya, terbayang waktuku akan banyak bersamanya karena penghuni rumah yang lain akan bekerja dan sekolah. Memasuki hari ketiga bayangan bahagia punya anjing sepertinya memudar.

Blekie, keluar kau!” keluaaaar!
Blekie sigap menyingkir. Sapu lidi dan sapu ijuk menjadi pilihan berbahaya.
“Awas, ya. Jangan sampai dartingku kumat, kupukul kau” ancaman serius membuat nyalinya  jadi keder.
“Andai saja ia tahu, aku hanya bosan dan ingin bermain”, gerutu Blekie (terjemahan bebas ya)

Namun sebuah kisah menjadi momen rekonsiliasi. Hanya berdua saja di rumah kala hujan deras yang kompakan dengan petir dan listrik padam selama beberapa jam. Blekie duduk di dekat kakiku sementara aku sedang meringkuk seperti ular di sofa karena ketakutan. Kudengar suara aneh seakan memberi semangat agar aku tidak takut lagi (atau bisa aja dia mengejek ya hehhehe)

Sayangnya, beberapa hari kemudian aku harus kembali ke perantauan. Blekie mengiring langkahku sampai mendapatkan jurusan angkot menuju terminal. Gonggongannya menjadi salam perpisahan terakhir. Sedih juga tidak sampai libur semesteran berikutnya aku diberitahu kalau Blekie 'diculik' oleh secret admirenya. Kuduga hidupnya sudah berakhir di warung RW atau partner tuak dengan kode B1 😑

Pertemuanku dengan Brown sudah lebih baik. Anjing jantan berbulu coklat tua dengan bodi tinggi dan gagah. Lebih galak dari pada Blekie dan suka mengais tanah dari pot bunga kesayangan mama. Untuk menambah keberanian menghadapinya, sapu tetap menjadi andalanku kala ia nakal. Ia akan terbirit-birit begitu aku memegang sapu ketika suaraku melengking memanggil namanya.

Kisah paling manis ketika ia ngambek setelah gagang sapu nyaris mendarat di tubuhnya.
Brown yang manja masuk ke kolong lemari dan tidak bergeming meski sudah kugoda dengan berbagai cara termasuk meletakkan makanan di piringnya. Brown ini tidak pernah kehilangan selera makanan.

"Brown...brown, mana brown kak" tanya adikku sepulang sekolah.
"Ga tahu", jawabku singkat.
"Dia dipukul ya? Hmmmm," tebak adikku.

Dia terus memanggil nama Brown sambil mengganti pakaian sekolahnya. Keluar dari kamar dia berjongkok di depan lemari besar di ruang tengah.
"Sini, sini, ayo sini Brown", bujuknya sambil mengulurkan tangannya ke kolong lemari.
Setelah beberapa detik, tampaklah muncung Brown dengan suara-suara aneh, sepertinya dia mengadu semua kelakuanku terhadapnya hari ini.

Lumayan lama keduanya curhat, lalu menuju meja makan, adikku di kursi meja makan sementara Brown melahap makanan yang telah kusediakan tadi di lantai. Sesekali keduanya saling adu tatap. Aku perhatikan tingkah keduanya. Lucu hahhaaha.

Brown, seperti anjing lainnya suka bermain. Suatu kali setelah tugas beresin rumah dan masak selesai aku tidur. Aku mendengar deru nafas yang cepat, kuliriklah Brown yang terlentang indah di ranjang. Kemudian ia menarik selimutku dari berbagai arah karena tidak juga aku bangun. Sayangnya, Brown juga tidak lama menjadi penghuni rumah. Hmm.. aku udah lupa kenapa ya si Brown itu ga di rumah lagi.

Oped, anjing berbulu coklat dengan hidung merah yang juga manja menjadi penghuni tambahan sejak 2017. Suara gonggongan yang nyaring dan perilaku manisnya sangat membantu sebagai terapi kesembuhan almarhum mama. Oped suka bercanda, setiap kali duduk di teras ia bakalan cari perhatian supaya diajak bermain. Kebaikannya juga terihat ketia ia murung dan tidak semangat  selama beberapa hari setelah kepergian mama untuk selamanya.

Bulan lalu, Oped melahirkan ke-enam anaknya, 2 jantan dan 4 betina. Si jantan berhidung hitam sementara yang betina berhidung pinky persis seperti Oped, induknya.

Ketiga induk anjing kami ini memang tidak pernah mengikuti kontes ataupun dilatih ketangkasan khusus. Mereka hanya dilatih hal-hal yang sederhana saja, seperti duduk atau berdiri memberi salam ketika kedatangan tamu atau makan di piring sendiri, membawa barang dan juga beberapa instruksi seperti No atau sit down. Kehadiran ketiganya menambah meriah suasana rumah. 



Not every person knows how to love a dog, but every dog knows how to love a person (unknown)

Monday, May 20, 2019

Ciara, kamu balas cuka dengan madu!


"Kamu jahat, shal! Tak kusangka!"
"Ciara, aku bisa jelaskan itu, please.."
"Ah untuk apa? Judul skripsi itu sudah disetujui atas namamu kan? Dengar ya, ga perlu hubungi aku"
"Jangan gitu dong, kita kan sahabat. Kasih aku kesempatan"
"Itu dulu. Lupakanlah!”
Shalma terdiam.Tubuhnya kaku. Ucapan Ciara semakin menimbun rasa bersalah. 

Sedari pagi Shalma menunggu Ciara di area parkiran. Kini terparkir 2 mobil saja yang masih menanti tuannya. Terdengar lagu Sorry milik Justin Bieber menemaninya melawan sepi dan membunuh waktu. Berlembar tisu telah habis untuk menyeka keringat yang membasahi kening dan lehernya. Berulangkali ia  menekan tombol panggilan pada ponselnya. Tidak ada jawaban. 

Ah, itu dia. Shalma melompat kegirangan. Bak filem India ia bersembunyi di balik tiang besar. Seorang gadis mungil yang modis dengan scooter silver sedang memasuki area parkiran. Penampilannya siang ini bernuansa pink senada dengan warna helm berstiker hello kitty. Setelah memastikan motornya telah aman terkunci,  ia menjinjing totebag hitamnya dan berjalan dengan santai. 

"Ciara, aku hendak bicara” Shalma melompat tepat di depannya. Lalu menggenggam erat kedua pergelangan tangan sahabatnya itu.
"Eh, apa pulak ini, aku muak lihat kamu. Awas, lepaskan!"

Dengan sekuat tenaga akhirnya Ciara berhasil melepaskan diri. Ia berlari menjauhi tubuh bongsor itu. Shalma menunduk pasrah. Beberapa detik kemudian ia berlari kepayahan lalu berhenti saat jarak keduanya dekat. Dengan setengah berjongkok ia berusaha mengatur nafasnya. 

Ci, oke aku mengaku... aku bersalah padamu.
Aku..a..aku ga bisa tidur. A..ku ga enak makan beberapa hari ini. Aku kepikiran kamu. Tidak bisakah kamu memaafkan aku? Shalma menangis sesenggukan.
Ciara menghentikan langkahnya. "Baiklah, ayo kita bicara", ucapnya dengan suara datar tanpa menoleh ke belakang. 

Shalma dan Ciara berjalan ke arah ruang diskusi, di lantai 2 gedung perpustakaan kampus.  Hanya 500 meter dari area parkiran gedung jurusan mereka. Siang begini pasti masih padat dan bising. Tanpa suara apalagi canda kedua sahabat ini melewati meja demi meja. Seperti berjalan di atas catwalk sesekali mereka melambaikan tangan dan berusaha melemparkan senyum saat disapa seolah tidak terjadi apa-apa. 

Lorong D merupakan tempat terfavorit mahasiswa, selain karena sepi dan tenang, tepat di bawah jendela besarnya merupakan bagian belakang kantin mahasiswa sehingga efektif dan efisien saat memesan makanan. 

Beberapa meja tampak kosong belum berpenghuni. Ciara yang berjalan di depan berhenti di meja yang berada tepat di dekat jendela. 

"Ayo, bicaralah!, pintanya sambil meletakkan tas di atas meja lalu duduk mencondongkan tubuhnya ke arah Shalma. 
"hmm,,, dengarkan aku sampai selesai baru bicara ya" Terdengar suara Shalma yang sedikit gugup dan kikuk dipelototi oleh Ciara
"Terserah kamu saja"
"Rabu kemaren aku memang mendaftarkan judul skripsi. Sebenarnya setelah diskusi kita sebelumnya, ada sebuah ide menguasai kepalaku sampai tidak bisa tidur nyenyak" Shalma mencoba menjelaskan dengan sangat hati-hati sebelum melanjutkan. 

"Aku penasaran, kucari beberapa buku pendukung dan artikel hasil penelitian yang sudah pernah ada. Entahlah, semuanya tampak lezat seperti Bakpau Hitam Jumbo Pak Karyo. Semuanya tampak lancar saja. Lalu kutuangkanlah semuanya dalam 4 lembar draft"
"Eh, aku bahas topik masalah yang beda koq, coba lihat sendiri" Shalmapun menyorongkan draft proposal yang telah disetujui ke arah Ciara.

Ciara tak bergeming apalagi menyentuh kertas-kertas itu

"Menurutmu, aku harus ngomong apa sekarang? oh ya, lupa. Aku belum bilang selamat ya. Shalma Heyden, selamat anda selangkah lebih dekat menuju wisuda" Ciara akhirnya membuka suara.
"Please deh!"
"Kamu tega Shal! Aku kecewa. Kamu tahu berapa banyak buku yang sudah kukumpulkan sebagai referensi? Kamu tidak tahu siapa dosen dan senioren yang sudah kuajak diskusi kan? Ciara berdiri sambil mengarahkan telunjuknya tepat di kening Shalma yang jerawatan. 
"Sekarang semuanya tiada arti. Kamu berhasil menikung dengan sangat indah, Shal" Ia meluapkan kekesalann yang tertahan selama beberapa hari. 
Teruskanlah! Teruskanlah! Suara merdu Ciara bergema di lorong D.

 Kini hanya tinggal mereka berdua. 

 "Aku minta maaf, Cia" 
"Kenapa harus takut sharingkan ide briliantmu kepadaku? Kenapa main petak umpet saat  mendaftarkan draft proposal itu? Mau mengukir sejarah jadi wisudawan pertama dari angkatan kita ya? Silahkan bu, silahkan! Ciara duduk kembali dengan wajah jengkel.

Shalma gantian berdiri menghadap Ciara sambil mendekap kedua tangannya.

"Jujur saja, selama ini aku iri padamu" IPK mu saja saat ini sudah 3.5 sementara aku masih saja koma 3". 
"Aku tidak ingin kalah lagi, Cia. Kupelajari dengan betul idemu itu"
"Sekarang kamu puas?"
"Awalnya kurasa puas, sekarang aku malah ga tenang. Aku harus mengaku salah padamu". 
"Harapku kamu mau memaafkan aku, please" Tatapannya memelas iba. 
Keduanya beradu pandang sesaat sebelum sama-sama tertunduk. 

Empat cowok masuk. Masing-masing menjepit rokok diantara jarinya dan asap mengepul dari hidungnya.  Terdengar suara berdecit, betapa kasarnya mereka menarik kursi belum lagi saat mereka melemparkan tas sarat beban ke atas meja dengan seenaknya.  
Salahsatu diantaranya berjalan mendekati Shlama, lalu dengan cueknya  berteriak ke pegawai kantin di bawah daun jendela. "Bang, baksonya 4 mangkok, gak pakai lama ya" Ruangan sunyi kini menjadi ramai, seramai emosi yang membuncah di hati keduanya. 

"Ya, sudahlah. Anggap saja tidak berjodoh" Ciara menarik nafas panjang dan menghembuskannya kuat-kuat.
"Ini untuk kamu, buatlah dengan perfecto" Ciara menyodorkan selembar kertas hvs, ada tulisan judul buku yang lumayan panjang. 

"Biarkan aku bersama semilir angin. Akan kutanya, pada judul mana kami berjodoh. Aku pastikan akan menjadi wisudawan terbaik pertama di bulan September" tambahnya sambil menjinjing totebagnya lalu berjalan meninggalkan Shalma. 

Shalma terdiam. Ekor matanya mengikuti punggung Ciara sampai akhirnya tidak terlihat lagi. Ia paham betul maksud ucapan sahabatnya yang sedang kecewa itu.

"Oh, Ciara, aku butuh kamu untuk menyelesaikan perjuangan ini, batinnya. Ia mengambil dan membaca kertas pemberian Ciara. Iapun menganggukkan kepala. Kemudian kertas dan draft proposal yang sedari tadi tergeletak di meja dimasukkan ke dalam ranselnya.
Ia bangkit dan merapikan kembali kedua kursi yang telah mereka gunakan. 

Setelah beberapa langkah ia berhenti di depan lift dan memencet tombol naik menuju ruang peminjaman buku. Serius, ini kali pertama ia begitu exicited berada di perpustakaan. 

Hey, si bongsor ini akan diwisuda bulan September, tentunya bersama sahabat terbaiknya, Ciara Grizelle. 


Anyone can steal your idea but no one can steak your execution-Nadiem Makarim (CEO GOJEK)