Friday, April 30, 2021

Demam Goyang Sophee...Reward dobel loh!

 Hey....Pa kabarnya nih. Semoga baek-baek saja ya. 

Buat teman-teman yang sedang menunaikan ibadah puasa, selamat menikmati bulan Ramadhan, semoga tugas tuntas sampai ke hari kemenangan. Iyess...

Belakangan ini pengguna Sophee heboh kembali dengan permainan "goyang shopee". Apaan sich? 

Bagi yang belum kenal dengan Shopee, yuk kenalan dulu. Shopee itu salah satu marketplace online yang memudahkan kita dalam berbelanja. Kamu bisa donload aplikasi ini melalui playstore dan tinggal pilih toko atau barang yang akan dibeli. Barang yang dipilih akan masuk ke dalam keranjang untuk proses pembayaran dengan pilihan cara bayar. Selain itu kamu juga bebas menentukan cara pengirimannya. Setelah melakukan pembayaran, kita tunggu barang diantarkan. Semudah itu berbelanja zaman now...

Goyang Shopee


Goyang Shopee adalah...

Goyang Shopee ini salahsatu permainan yang ada pada fitur aplikasi Sophee. Ada banyak permainan yang bisa dimainkan sambil 'membunuh' waktu dan mengumpulkan koin. Aku juga akrab dengan beberapa permainan seperti Shopee Bubble, Shopee Tanam, Shopee Candy, dan banyak lagi. Koin-koin yang terkumpul bisa ditukarkan saat berbelanja di aplikasi ini. 

Kembali ke Goyang Shopee tadi,  permainan memberikan reward koin dan juga menambah pundi saldo shopeepay. Caranya sih sederhana, cukup mengoyangkan smartphone pada jam yang telah ditentukan. Jadi kita harus tetap pantengin skedulnya supaya ga ketinggalan. Sesederhana itu mba? Yup..ayo join!

Nih, aku kasih tahu cara ikutannya ya..

1. Pastikan sudah punya aplikasi Shopee. Bagi yang belum, boleh instal dari playstore

2. Buka aplikasi Shopee dan cari fitur Games 

3. Buka fitur Games dan pilih Goyang Shopee

4. Ikuti permainan sesuai jadwal yang ada

5. Usahakan sudah membuka aplikasi tersebut 2 atau 1 menit sebelum jadwal

6. Setelah waktunya tiba (jangan deg-degan ya, haahhhaaa), tekan tombol sesuai panduan. 

7. Goyangkan handphonemu dan dilayar akan terlihat animasi uang yang berjatuhan saat handphone bergoyang sampai masa sesi habis.  Jadwal bisa 24 kali sehari (berarti tiap jam kan?) Saat bermain, diberi 3 kali kesempatan dengan durasi 15 detik untuk menggoyangkan hpmu. Di akhir sesi kamu akan diberitahu jumlah koin atau saldo shopee yang telah kamu dapatkan

8. Semakin seru kalau kamu aktifkan tombol suaranya....

contoh jadwal

Gimana sih biar dapat koin banyak??

1. Pastikan kamu sehat dan bertenaga..beneran, menggoyangkan handphone butuh energi loh

2. Pastikan kamu pengen dapat rewardnya... ini 'mood booster supaya semangat goyang shopee tentunya

3. Pastikan kamu tidak telat ya...kalo telat biasanya jadi gugup dan kalap, goyangnya tidak efektif hihihi

4. Dari beberapa kali pengalaman yaa, goyang handphone ke kanan-kiri, atas dan bawah atau goyang searah jarum jam bisa membuat koin yang berjatuhan banyak alias hujan koin loh. Eh,,,yang paling penting kamu pegang erat-erat handphonemu ya... Reward yang didapat tidak sebanding dengan harga handphomu hehhehe

5. Perhatikan sesekali ke layar handphone untuk review, gerakan mana yang mendatangkan hujan koinnya

6. Tetap semangat nungguin jadwal selanjutnya hahaahaa

Koin terbanyak

Bedewe, buat yang udah sering bermain Goyang Shopee, berapa reward tertinggi yang berhasil dimenangkan? Ada yang capai ribuan? atau malah tidak pernah tembu seribuan? Don't worry, its just a game...tetap semangat, jangan kasih kendor hahahhahaa 

Yuk, ikutan gaessss!!! 

Monday, November 18, 2019

NEVER ENOUGH!

Hai Gaesss....

Setiap kali mendengar kalimat 'never enough" pikiran terbawa pada sebuah soundtrack sebuah film bergenre drama musikal tentang ambisi seorang pemain sirkus berjudul The Greatest Showman. Aku mencoba menyanyikan lagu ini saat acara karaoke bersama teman-teman. Musiknya easy listening dengan dan nadanya lumayan bisa diikuti hanya saja harus bisa mengatur nafas mengikuti ritme alunan nadanya. Dengan penjiwaan, rasanya puas banget berteriak saat bernyanyi di bagian refren sampai lirik terakhir. Never....never enough........for me!

Nah, lagu ini tampaknya menjadi tanatangan bagi dua perempuan muda, Maria Simorangkir, sang jawara Indonesia Idol dan Claudya Emmanuela Santoso yang juga jawara pada the voice Germany. Dengan karakter suara yang berbeda keduanya berhasil menaklukkan lagu tersebut dengan menyajikan tampilan yang apik dan sangat wajar disambut dengan decak kagum. Bahkan kemaren, penyanyi aslinya si Loren Allred juga memberikan komentar atas penampilan Maria, ah..aku sampai bergidik. hebat banget dirimu, dek.

Nah, saat aku mencoba menghayati lirik demi liriknya yang indah, pesan lagu ini memang sangat menyentuh. Sepasang kekasih yang telah mengikat janji dan merajut mimpi. Mimpi itu haruslah diwujudkan bersama-sama dengan usaha dan cinta. Apalah artinya jika mimpi itu akhirnya tidak dapat dinikmati bersama-sama. Pastinya ada rasa yang terhilang, hidup tidak berarti, hampa, dan tidak pernah cukup. Karena itu, lagu ini permintaan kepada sang kekasih untuk bergandeng tangan bersama-sama menikmati cinta dan mimpi.

Kalau bagiku secara pribadi, terbersit pesan bahwa kita harus memiliki mimpi/tujuan/Visi. Mimpi atau visi yang memang sudah dipersiapkan Tuhan khusus untukku. Untuk menjadi pribadi yang lebih baik sehingga memberi 'rasa' atau 'cahaya' bagi orang lain yang ada di sekitarku. Gelora visi menggema di dada dan tentu saja ia harus jalan bareng dengan kebenaran.
Bisakah visi ini tercapai dengan cara yang tidak benar? Bisa!
Hanya saja rasa sukacitanya berbeda. Bisa jadi hampa dan tidak berbahagia meski seluruh dunia sudah ada dalam genggaman.
Rasanya 'NEVER ENOUGH- TIDAK PERNAH CUKUP, TIDAK PERNAH PUAS"

"When all you have is God, you have all you need"


NEVER ENOUGH


I'm trying to hold my breath
(Nafasku tertahan)
Let it stay this way
(coba mengikhlaskan semua berjalan apa adanya)
Can't let this moment end
(meski tak ingin  momen ini berlalu)
You set off a dream in me
(Engkau yang telah memulai sebuah impian di dalam hatiku)  
Getting louder now
(Gelora mimpin itu kini semakin kuat )
Can you hear it echoing?
(terdengarkah gemanya?)
Take my hand
(genggam tanganku)
Will you share this with me?
(sudikah engkau berbagi denganku?)
'Cause darling without you
(karena tanpamu, sayang)
All the shine of a thousand spotlights
(kerlap kerlip ribuan cahaya lampu)  
All the stars we steal from the nightsky
(gemerlap cahaya bintang di langit malam)
Will never be enough
(tidak akan cukup)
Never be enough
(tak akan pernah cukup (menjadi pelita bagi langkahku)) 
Towers of gold are still too little
(Tumpukan emas sampai menjulang menjadi tak bernilai)
These hands could hold the world but it'll
(bahkan ketika akupun bisa menggengam dunia ini, tapi itu tak akan)
Never be enough
(tak pernah cukup)
Never be enough
(tak akan cukup  
For me
(untukku, (memberiku arti bahagia)
 
 
 
Source: LyricFind
Songwriters: Justin Paul / Benj Pasek
Never Enough lyrics © Sony/ATV Music Publishing LLC, Kobalt Music Publishing Ltd., Fox Music, Inc

Thursday, September 19, 2019

RASA MENDUA DUNIA


"Dengan berprasangka baik saja, hati kau masih ketar-ketir memendam duga, menyusun harap, apalagi dengan prasangka negatif, tambah kusut lagi perasaan kau.” – TL


“Mas, ngaku aja. Denil itu anakmu, kan?”

“Diam kamu. Jangan sembarangan bicara!”

“Sampai kapan kamu menutupinya, hah?”

Aku menangis sesenggukan di sudut kamar. Merasa bodoh. Merasa kalah. Tidak rela dimadu. Berbagi suami.  

Minggu lalu seorang perempuan bersama seorang batita, seumuran Kay datang bertamu. Ia meminta hak sama. Mengaku istri Rafa. 
***

“Ma! Cebok! Ma...!”

Seketika aktivitasku terhenti. Cepat-cepat menuju toilet. Kay cemberut. Bajunya basah. Segera kucebok dan ganti baju. Senyumnya kembali merekah. 

“Main di sini saja ya sayang,” pintaku.

 Kudorong keranjang mainannya mendekati dapur. Beberapa menit aku sibuk di area wastafel. 
Kulirik jam di dinding. Sepuluh menit menuju jam sebelas. Sebentar lagi harus menjemput Kee dari sekolah.  Kuseka keringat ke lengan kaos sambil mengepel lantai. Ekor mataku mengawasi Kay dari kejauhan. 

Ini tahun kedua kujalani sebagai ibu rumah tangga penuh waktu. Dulu aku punya Mayang, asisten rumah tangga. Selain rajin, anak-anak juga betah dengannya. Aku merasa aman meninggalkan rumah. Apalagi mama selalu berkunjung di setiap akhir pekan. 

Saat itu karirku sedang di puncak. Hampir saban hari aku bekerja dua belas jam. Mas Rafa juga sering dinas ke luar kota. Demi memastikan kondisi Kee dan Kay, kami melakukan video call. Sesekali mengambil cuti panjang dan liburan bersama anak-anak. 

Suatu kali Mayang pamit, cuti lebaran. Di ujung telepon dia melapor tidak kembali lagi. Seorang juragan tanah melamarnya.

Semuanya tampak berjalan baik. Suasana kantor sangat menggairahkan. Hanya saja, tidak tega melihat mama keletihan menjaga kedua anakku. 

Aku merutuk. Dua bulan kemudian, kuputuskan berhenti bekerja. Mas Rafa menawarkan untuk mengambil ART dari yayasan. Aku menolak. Dia mengalah.

Hari berganti waktu. Aku semakin asik aja dengan dunia baruku. Capek fisik? Iya pasti dong. Rumah rapi hanya saat bocah tidur. 

Namun, aku puas bisa menerapkan ilmu parenting sewaktu kuliah di Belanda. Anak-anak pun terawat dan sehat. Di sela-sela waktu kuaktifkan lagi toko online yang pernah kurintis.  Uang tetap mengalir meski kerja pakai daster. 

“Honey, Mayang akan bekerja lagi. Dia datang besok.”

“Mayang? Kok hubungi Mas, bukan aku?”

“Iya kebetulan ketemu ibunya dan cerita. Kasihan dia.”

Aku pun bertemu Mayang. Ia tidak sendirian. Bersamanya seorang batita tampan, Denil namanya.  Kisah pedih hidup mereka menawar nuraniku. Mayang sudah kuanggap sebagai adikku. Kami pun tinggal bersama sambil merawat mama, beliau terkena stroke. 

Ada rencana kembali ngantor. Niat ini kuurungkan. Entah mengapa, semakin hari  aku curiga dengan perlakuan mas Rafa kepada Mayang dan anaknya. Aku benar-benar parno. 

Apakah Mayang dan mas Rafa pernah ada affair? Apakah Mayang pulang karena dihamili?

Aku kepikiran terus. Pernah sampai bertengkar hebat dengan mas Rafa. Mayang juga. 

“Opa! Opa!” anak-anak kegirangan menyambut papa. 

Papa memeluk kedua cucunya.   

Aku memperkenalkan Denil kepada papa. Beliau sudah kenal Mayang. Papa memeluk Denil juga. Kulihat Mayang tersenyum. Aku hanya ingin keluarga besar bisa menerima kehadiran Mayang dan anaknya. 

Mayang menghampiriku. Berbisik sebentar. Berdua kami berjalan menuju ruang keluarga. Tampak mas Rafa, papa, dan Dokter Hartono, psikiater sahabat papa sedang menungguku.

Aku kikuk. Merasa baik-baik saja.  Kuberbalik, menghindar. Sayang, Mayang dan mas Rafa menahan tubuhku. 

Lenganku merasakan sengatan panas. Perlahan pandanganku mengabur. Aku jijik mendapati senyuman istri baru mas Rafa.

Sumber: Internet



*Diikutsertakan dalam pelatihan menulis Bagi Indonesia (BI)

WHERE'S MY MONEY, OH!



Sumber: Internet


Nindy sedikit membungkuk. Pelan-pelan menyibak gorden putih. Matanya liar menyapu area kamar VVIP, RSA Bunda Internasional. Lega. Tiada siapa-siapa. 

“Ya Allah, hamba butuh delapan puluh juta rupiah. Kabulkanlah,” ia merapal doa di bibir ranjang Kalandra.    

“Tolonglah, Mi. Pasti  kutransfer.”

“Jangan macam-macam. Bayar bunganya dua puluh lima persen. Hubungilah si Toyib!” 

Seminggu opname, Kalandra masih terbaring lemah. Sesekali mengingau. Wajahnya pucat. Selang infus tersambung ke tangan kirinya. Nindy mengelus lembut tangan mungil itu. 

Hari itu Rabu. Nama Ibu Mira-wali kelas Kalandra-terpampang di layar selponnya. Ia panik. Kalandra pingsan di sekolah. Keduanya langsung tancap gas menuju IGD RSA Bunda Internasional.  

"Mama…..!” jerit Kalandra saat jarum infus tertancap. Begitu pula sewaktu pengambilan sampel darah. Nindy memeluknya. Ikutan menangis. Diagnosa dokter Kalandra mengalami anemia.  

Nindy di ruang tunggu. Ia sudah berhitung. Uang yang ada tidak cukup. Untung saja, penampilannya meyakinkan. Kalandra pun masuk ruangan rawat inap. Pupuslah rencana membayar cicilan arisan. Bang Toyib pasti mengejarnya.

Keuangannya seret sejak sporing ke apartemennya. Diam-diam grup arisan sosialita ditinggalkan. Mami Ajeng, sang bandar murka. Cicilannya macet. Ia harus mengobral beberapa koleksi mewahnya.

 “Nindy bengak!” ia mengutuk diri. Andai saja ia setuju pembuatan kartu kesehatan untuk kedua anaknya di tahun lalu. Demi gengsi, ia malah berburu Hermes Birkin terbaru. 

Keluarga bergantian menjaga. Soal biaya dirahasiakan. Rafael belum tiba. Ia bersama Keenan mengikuti pelatihan robotickids. Masalahnya dengan mami juga rahasia bagi Rafael. 

Kreeeeeek….! Nindy melompat. Sambil mengurut dada ia mencoba tersenyum. 

“Bu, silahkan ke ruangan admin,” suster mengingatkan. 
Nindy mengangguk.  

Lunglai ia keluar dari ruangan admin. Otaknya berpikir keras. Bagaimana mendapatkan puluhan juta rupiah secepatnya. 

Matanya terbelalak. Kamar Kalandra terbuka. Jantungnya berdegup kencang. Lututnya lemas. 

“Mati aku! Bang Toyib!” pekiknya.  

Tiba-tiba semua gelap. Terdengar suara-suara menggema. Tubuhnya ringan melayang ke awan biru bercampur putih. Dari kejauhan dilihatnya Keenan dan Kalandra meraung memanggil namanya. Rafael bersimpuh, mendekap bingkai fotonya. Rasanya nyata. “Apakah aku sudah mati?” pikirnya.  Air matanya jatuh. 

Perlahan tubuhnya mendekati kedua putranya. Dipeluknya mereka. Sekuat tenaga ia berbisik kepada Allah, “Aku belum ingin pulang.” 

Detik itu juga suara-suara semakin jelas terdengar. Perlahan Nindy membuka mata. Tampak perawat dan dokter tersenyum. Ada mama memeluk Keenan sementara Rafael menenangkan Kalandra. 

 “Ma...ma..” Keenan terisak-isak.     
 “Alhamdulillah! Sayang, istirahatlah,” Rafael bersuara. 

Nindy terdiam.

“Aku sudah temui mami. Hutangmu sudah dibayar lunas,” tambahnya. 
Nindy menangis. Rafael memeluknya. 

Kumandang takbir di televisi menambah haru. Allah menyayanginya. Permohonan untuk puluhan juta rupiah digantiNya dengan kesempatan bertobat. Sungguh, tidak ternilai. Nindy berjanji akan membahagiakan keluarga. Insya Allah!

NB:
Sporing: melarikan diri, pergi dari rumah 
Bongak/Bengak: Bodoh
(Bahasa Medan)

Diikutsertakan dalam pelatihan menulis Bagi Indonesia (BI)

HIDUP TIDAK SERIBET OREO..




Sumber: Internet
 Dua lelaki tengah menyeruput kopi racikan kok tong Siantar. Kepulan asap rokok membubung bersama angan-angan. Rafael kembali mengapit cerutu Kuba.

“Kay, ayah mendukungmu menjadi pesepak bola. Hanya…,” kalimatnya tertahan. 

“Kamu atau Keenan harus meneruskan bisnis kita.”

“Aku tidak bisa, Yah.” 

“Bujuklah Keenan setiba di Jakarta. Sampai ia mau!” 

Kalandra menggangguk. 

Rafael membolak-balikkan tiga lembar kertas folio. Tertera sepuluh nama SMA sesuai rayon sekolah anaknya. Mengenai Kalandra, aman. Ia sedang fokus berlatih di sekolah bola Liverpool Academy. Bulan depan laga perdananya.
Rafael pusing. Tidak ingin Keenan menolak sekolah pilihannya. Punggungnya menyandar. Seketika, kursi goyang mengayun.

Terbayang tiga puluh tahun lalu. Kampungnya, Nagori Harapan hanya punya SD inpres. Tiga ruang kelas dipakai bergantian. Sekolah tingkat SMP dan SMU berada di Kota Siantar. Sekitar satu jam ditempuh sepeda ayahnya. Sekolah yayasan Katolik tidak begitu jauh. Namun, SPP-nya lebih mahal daripada segantang beras. 

Suatu kali ayah mengajaknya ke kota. Ia masih kelas lima. Libur selama tiga hari. Murid kelas enam sedang ujian akhir. Sebelum matahari meninggi mereka berangkat. Rafael duduk di boncengan. Tangannya meremas kemeja ayah. Dia senang bisa bertanya ini itu sepanjang perjalanan.

Setibanya di Jalan Merdeka, mereka bersantap bakmie Siantar, langganan keluarga. Enaaak kali rasanya. 

“Ganda, kutitip adikmu ya. Om mau ke Pajak Horas,” pesan ayah pada seseorang. 

“Ashiappp!” balasnya tertawa.

“Itu anak om Hercules,” ayah menjelaskan. 

Keningnya berkerut. Teringat seseorang bertampang sangar namun hobi memasak. Rupanya hobinya mendulang rupiah. Ia membuka kedai pangsit. Terkabar sudah meninggal saat bentrokan antar preman. Kedai itu semakin laris sejak dijalankan oleh anaknya.

Pengunjung masih ramai. Kepulan asap memenuhi ruangan. Rafael keluar. Mencari angin. Ia menatap gedung SMPN-1. Hanya puluhan langkah ke sebelah kiri. Terbayang dua tahun lagi ia bersekolah di sana. 

“Nem-mu harus tinggi dek! Baru bisa bersekolah di situ.” sapa penjaga parkir. 

“Lu musti bersekolah sampai universitas. Besar nanti hidup lu tidak akan ribet.“ Ganda menimpali sambil mengelap meja. 

Sejak itu, Rafael bertekad bersekolah sampai sarjana dan menjadi orang sukses. 

Usahanya berhasil. Ia peraih NEM SD tertinggi. Terbayanglah akan bersekolah di kota.
Sayang, mimpinya buyar. Orangtuanya memohon  keringanan biaya kepada pengurus yayasan Katolik. 

Ayah tidak sanggup menggantikan tugasnya untuk merawat delapan ternak babi mereka. Tiga baru partus. Hasil penjualan babilah penopang  keluarganya. Meskipun kecewa, ia tetap patuh. 

Kembali mengukir prestasi. Ia masuk sekolah unggulan, SMU Plus di Raya. Sebelum pengumuman kelulusan, sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dari Jakarta menawarkan beasiswa sampai tamat. Orangtuanya sangat  bangga. Anaknya menjadi sarjana pertama di Nagori Harapan. 

Ia nekat merintis bisnis furnitur di kota metropolitan. Dulu jatuh bangun, kini Asli Furnitur terkenal sampai ke mancanegara. Ia berharap kelak satu cabang ada di Siantar. 

“Aku memilih SMK Robotica. Nantinya aku akan membuka sekolah robotic.”

“No way! Pilihan ayah pasti cocok untukmu. Sudah kubilang bisnis Asli Furnitur ini sangat pen...ting! Mati-matian kubangun. Cuma kamu harapanku meneruskannya. Mengerti?”

“A….ku tidak mau!”

Plakkk! 

Keenan meringis. Hatinya sangat terluka. Ia mengurung diri berhari-hari. Makanan pun diantarkan ke kamarnya.  

Seminggu kemudian, TV plasma menayangkan “Anak seorang pengusaha furnitur terkenal Jakarta tewas gantung diri.”

Keenan bergidik. “Loak kalilah kau, kawan!” makinya. Sepotong lappet langsung ditelan. 


   
NB: 
Loak = bodoh (bhs Batak)

Sumber: Internet


Mohon maaf jikalau ada kesamaan nama atau lokasi pada tulisan ini. Diikutsertakan dalam grup menulis Bagi Indonesia (BI)