Thursday, November 22, 2018

Siapakah sesamaku manusia?



Alkisah di suatu masa tersebutlah seorang kaya yang sedang naas diserang para penyamun di tengah perjalanan. Tubuh babak belur meregang nyawa sedang hartapun habis dijarah.

Malang nian nasibnya belum ada tanda-tanda bantuan. Tampak seseorang sedang lewat hanya melintasinya dengan tatapan iba (meski tanpa selfi untuk sekedar pertanda simpati). Seorang yang lain justru melipir melipir ke seberang jalan seolah tidak ingin tangan halusnya menyentuh tubuh yang kian lemas terkuras darah. Ia menyembunyikan wajahnya dari tatapan penuh harap. Jalanan kembali sepi dengan nyanyian penghuni hutan.

Dug dug dug...terdengar langkah lelah sepatu kuda dari balik kelokan ujung jalan. Segera tuannya berlari menghampiri tubuh sekarat di tengah jalan itu. Terdengar erangan lirih ketika tangan orang tersebut berusaha memberikan pertolongan darurat. 


Ah, sepinya jalan ini, pikirnya. 
Terlalu jauh untuk meminta bantuan orang yang sebenarnya sedang menonton dari bukit sana. 

Tanpa pikir panjang, dia menurunkan beberapa barang dari punggung kudanya dan menaikkan tubuh lemah terkulai dengan hati-hati dan berjalan mencari rumah perawatan terdekat dan memastikan pemulihannya ketika hendak melanjutkan perjalanannya. 

Kisah ini diakhiri hanya dengan sebuah jaminan kehadirannya kembali untuk menanggung semua biaya perawatan dan pemulihan sang korban tanpa adanya basa basi normatif siapa aku dan siapa dia atau mengapa aku dan bukan mereka. 

”ASALKAN Saudara dapat mengurangi penderitaan orang lain, kehidupan tidak akan sia-sia,” tulis Helen Keller.

Setiap pagi terselip tantanganNya, maukah engkau melakukanya (lagi) hari ini?

 

*telaah bebas kisah orang samaria yang baik hati: Siapakah sesamaku manusia?
Ditulis saat challenges:

#7days #ARTmazingchallenges #sac3 #sac #expressionoflove #DNAcoachpreneur
 

No comments:

Post a Comment